BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Disusun oleh:
Nama : PUTRI AYU N S
NPM :
156210578
KELAS :
1C
TUGAS KE : DUA
NAMA DOSEN : ERMAWATI .S,S.pd., M. A
MATA KULIAH : LINGUISTIK UMUM
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2015
3.3 BAHASA
DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Disebutkan bahwa objek kajian
lingustik makro adalah struktur intem bahasa atau sosok bahasa itu sendiri;
sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor
di luar bahasa. Kira nya yang di maksud denagn faktor-faktor di luar bahasa itu
tidak lain dari pada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam
masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa hubungan dengan bahasa. Yang
ingin di bicarakan dan memang erat kaitannya dengan bahasa adalah masalah
bahasa dalam kaitannya dengan kegiatan sosial di dalam masyarakat atau lebih
jelasnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu.
3.3.1
masyarakat bahasa
Yang di maksud masyarakat bahasa
adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan yang sama. Secara linguistik
bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua
bahasa itu banyak sekali persamaan nya, sehingga orang Malaysia dapat mengerti
dengan baik akan bahasa eIndonesia, dan sebaliknnya orang Indonesia dapat pula
mengerti dengan baik bahasa Malaysia. Jadi, dalam kasus ini ada dua masyarakat
bahasa, yaitu masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Malaysia.
Contoh lain, ahasa Denmark, bahasa swedia, dan bahasa norwegia.
Orang Indonesia pada umumnnya adalah
bilingual, yaitu mnggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerahnya,
dan kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, Tetapi menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa pertama.
Yang lebih unik adalah masyarakat
bahasa cina. Orang-orang cina menjadi anggota masyarakat bahasa cina adalah
dalam bahasa tulis, bukan dalam bahasa lisan. Secara tertulis mereka dapat
berkomunikasi, sedangkan secara lisan belum tentu, karna sesungguhnya yang
disebut bahasa cina itu banyak dan berbeda-beda. Sistem aksara mereka yang
disebut aksara piktrogram memungkinkan mereka untuk bias saling berkomunikasi.
3.3.2
variasi dan status sosial bahasa
Yang pertama adalah variasi bahasa
tinggi (biasa di singkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bahasa rendah
(biasanya disingkat R). variasi T digunakan dalam situasi-situasi resmi,
seperti pidato kenegaraan. Sedangkan variasi R digunakan dalam situasi tidak
formal seperti di rumah. Keadaan ini, adanya pembedaan variasi bahasa T dan
variasi bahasa R disebut dengan istilah diglosia (ferguson 1964).
Variasi bahasa yunani T disebut
katherevusa dan variasi bahasa yunani R disebut dhimotiki. Variasi bahasa arab
T disebut al-fusha dan variasi bahasa arab R di sebut ad-darij.
3.3.3 Penggunaan Bahasa
Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada
di sebutkan bahwa kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia adalah kamu dan
engkau. Kenyataannya, secara social kedua kata ganti itu tidak dapat dipakai
untuk menyapa orang kedua yang lebih tua atau yang di hormati. Kedua kata ganti
itu, kamu dan engkau, hanya dapat digunakan untuk orang kedua yang sebaya,
lebih muda, atau kedudukan social lebih rendah. Akibatnya, kedua kata ganti itu
jarang dipakai, meskipun dalam kaidah ada.
Hymes (1974) seorang pakar
sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa
harus memperhatikan delapan unsure, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
1) Setting and scene, yaitu unsure yang
berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan
2) Participants, yaitu orang-orang
terlibat dalam percakapan
3) Ends, yaitu maksud dan hasil
percakapan
4) Act sequences, yaitu hal yang
menunjuk pada bentuk dan isi percakapan
5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara
atau semangat dalam melaksanakan percakapan
6) Instrumentalities, yauitu yang
menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan
7) Norms, yaitu yang menunjuk pada norma
perilaku peserta percakapan
8) Genres, yaitu yang menunjuk pada
kategori atau ragam bahasa yang digunakan
3.3.4 Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka,
artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat
lain, baik dari satu atau lebih dari masyarakat, akan terjadilah apa yang
disebut kontak bahasa. Hal yang sangat menonjol yang bias terjadi dari adanya
kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualism
dan multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi,
alihkode, dan campurkode. Sebagai contoh kita ambil keadaan linguistik di
Indonesia
Indonesia adalah Negara yang
multilingual. Namun di samping itu banyak pula yang hanya menguasai satu
bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual,
atau monoglot yang menguasi dua bahasa disebut bilingual sedangkan yang
menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual, pluriligual, atau
poliglot
Uriel weinrich (1968) mengartikan
sebagai pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian sedangkan Einar
Haugen (1966) mengartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan
tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya.
3.3.5 bahasa dan budaya
Satu lagi yang menjadi objek kajian
linguistik makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya atau kebudayaan.
Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai
hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua pakar,
yaitu Edward sapir dan Benjamin lee whorf (Dan oleh karena itu disebut
hipotesis sapir-whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi lebudayaan.
Kenyataan juga membuktikan,
masyarakat yang kegiatannya sangat terbatas, seperti masyarakat suku-suku
bangsa yang terpencil, hanya mempunyai kosakata yang juga terbatas jumlahnya.
Sebaliknya, masyarakat yang terbuka yang anggota-anggota masyarakatnya
mempunyai kegiatan yang sangat luas, memiliki kosakata yang sangat banyak.
Bandingkanlah, alam kamus inggris webster’s terdaftar lebih dari 600.000 buah
kata sedangkan kamus besar bahasa Indonesia tidak lebih dari 60.000 buah kata
3.4 KLASIFIKASI BAHASA
Sudah disebutkan bahwa bahasa
bersifat universal di samping juga unik. Jadi, bahasa-bahasa yang didunia ini
di samping ada kesamaannya ada juga perbedaannya, atau ciri khasnya
masing-masing. Seblum abad ke XX hal ini belum banyak di sadari orang. Namun,
di eropa dengan berkembangnya studi linguistik historis komparatif, studi yang
mengkhusus pada telah perbandingan bahasa,maka orang mulai membuat klasifikasi
terhadap bahasa-bahasa yang ada di dunia ini
3.4.1 Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis, disebut juga
kasifikasi geneologis, di lakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa
itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau di turunkan dari bahasa yang lebih tua.
Menurut teori klasifikasi genetis ini,
suatu bahasa proto (bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua
bahasa baru atau lebih. Umpamanya, katakanlah ada bahasa proto A. bahasa A ini,
misalnya, terpecah dan menurunkan tiga bahasa baru, yaitu bahasa A1, A2, dan
A3. Kemudian bahasa-bahasa A1, A2, dan A3 ini pecah lagi dan menurunkan
bahasa-bahasa baru.
Karena itulah, penemu teori ini,
yaitu A.Schleicher, menamakan teori batang pohon (bahasa jerman
stammbaumtheorie). Teori ini yang di kemukakan pada tahun 1866, kemudian di
lengkapi oleh J.Schmidt dalam tahun 1872 dengan teori gelombang (bahasa jerman:
wellentheorie). Maksud teori gelombang ini adalah bahwa perkembangan atau
perpecahan bahasa itu dapat di umpamakan seperti gelombang yang disebabkan oleh
sebuah batuyang di jatuhkan ke tengah kolam.
Klasifikasi genetis di lakukan
berdasarkan kriteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan
makna yang dikandungnya.oleh karena itu, klasifikasi genetis bias dikatakan
merupakan hasilperkerjaan linguistic historis komparatif. Klasifkasi genetis
ini, karena hanya menggunakan satu kreteria, yaitu garis keturunan atau dasar
sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya menjadi nonarbitrer
Sejauh ini, hasil klasifikasi yang
telah dilakukan dan banyak di terima orang secara umum, adalah bahwa
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini terbagi dalam sebelas rumpun besar. Lalu,
setiap rumpun dapat dibagi lagi atas subrumpun, dan sub-subrumpun yang lebih
kecil. Kesebelas rumpun itu adalah:
1.
Rumpun
indo eropa, yakni bahasa-bahasa german, indo-iran, Armenia,baltik, slavik,
roaman, keltik, dan gaulis
2.
Rumpun
hamito-semit atau afro-asiatik, yakni bahasa-bahasa kopyis, berber, kushid,
chad yang termasuk dalam subrumpun hamit; dan bahasa arab, etiopik, dan ibrani
yang termasuk subrumpun semit
3.
Rumpun
chari-nil, yakni bahasa-bahsa Swahili, bantuk dan khoisan
4.
Rumpun
dravida, yaitu bahasa-bahasa telugu, tamil, kanari, dan Malayalam
5.
Rumpun
Australia (disebut juga melayu polinesia), yakni bahasa-bahasa Indonesia
(melayu, Austronesia barat), Melanesia, mikronesia, dan polinesia
6.
Rumpun
kaukasus
7.
Rumpun
finno-ugris, yaitu bahasa-bahasa hungar, lapis, dan samoyid
8.
Rumpun
peleo asiatis atau hiperbolis, yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di seberia
timur
9.
Rumpun
ural-altai, yaitu bahasa-bahasa mongol, Manchu, tungu, turki, korea, dan jepang
10. Rumpun sino-tibet, yakni
bahasa-bahasa yenisei, ostyak, tibeto, Burma, dan cina
11. Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni
bahasa-bahasa Eskimo, aleut, na-dene, algonkin, wakshan, hokan, Sioux, penutia,
aztek-tanoan, dan sebagainya
Untuk mengetahui dimana letak bahasa-bahasa itu, lihatlah
misalnya, international encyclopedia of linguistics oleh William bright (1992).
4.4.2 Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan
kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini
merupakan unsur tertentuyang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa.
Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah di lakukan pada abad XIX secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok pertama, adalah yang
semata-mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. Yang mula-mula
mengusulkan klasifikasi morfologi ini adalah fredrich von schlegel.dia membagi
bahasa-bahasa di dunia ini pada tahun 1808. Kelompok kedua, adalah yang
menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi. Tokohnya, antara lain, franz
bopp. Kelompok ketiga, adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi. Pakarnya, antara
lain, H. Steinthal.
Pada abad ke XXada juga dibuat pakar
klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya, yang dibuat sapir
(1921) dan j. greenerg (1954). Edward sapir menggunakan tiga parameter untuk
mengklasifikasikan bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. J. Greenberg
mengembangkan gagasan sapir dalam suatu klasifikasi yang lebih bersifat
kuantitatif yang mengajuka lima parameter.
3.4.3 Klasifkasi Areal
Klasifikasi areal dilakukan
berdasarkan adanya hubungan timbale balik antara bahasa yang satu dengan bahasa
lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu
bekerabat secara genetic atau tidak.
Usaha klasifikasi berdasarkan areal
ini pernah di lakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868-1954) dengan bukunya die sprachfamilien
und sprachenkreise der ende, yang di lampiri dengan peta.
3.4.4 Klasifikasi Sosiolinguistik
Historisitas berkenan dengan sejarah
perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu. Klasifikasi
sosiolinguistik ini bukan satu-satunya klasifkasi sosiolinguistik, sebab kita
dapat mempersoalkan bagaimana, misalnya keadaan dan status bahasa-bahasa yang
ada di Indonesia dan di beberapa Negara-negara dikawasan asia yang begitu
kompleks.
3.5 BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Dalam bagian terdahulu sudah di
sebutkan bahwa bahasa adalah sebuah system bunyi. Jadi, bahasa itu adalah apa
yang di lisankan. Juga sudah disebutkan bahwa linguistik melihat bahasa itu
adalah bahasa lisan, bahasa yang diucapkan, bukan yang dituliskan. Berkenaan
dengan bahasa adalah juga menjadi objek linguistic padahal bahasa tulis dekat
sekali hubungannya dengan bahasa. Begitulah, maka bagi linguistik bahasa lisan
adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder. Bahasa lisan lebih
dahulu ada dari pada bahasa tulis. Malah hingga saat ini masih banyak bahasa di
dunia ini yang belum punya tradisi tulis. Artinya, bahasa ituhanya digunakan
secara lisan, tetapi tidak secara tulisan. Dalam bahasa itu belum di kenal
ragam bahasa tulisan, yang ada hanya ragam bahasa lisan
Meskipun dikatakan bahasa lisan
adalah primer dan bahasa tulis sekunder, tetapi peranan atau fungsi bahasa
tulis di dalam kehidupan modern sangat besar sekali. Bahasa tulispun sebenarnya
merupakan “rekaman” bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk “menyimpan”
bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang
dan waktu yang berbeda.
Berbicara mengenai asal mula tulisan,
hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan manusia itu mulai menggunakan
tulisan. Dulu banyak berkembang cerita-cerita mengenai kapan mulai adanya tulisan
ini. Ada cerita ang menyatakan bahwa tulisan itu di temukan oleh Cadmus,
seorang pangeran dari phunisia, dan yang membawanya ke yunani (lihat fromkim
1974).
Dalam pembicaraan mengenai bahasa
tulis dan tulisan kita menemukan istilah-istilah huruf, abjad, alphabet,
aksara, graf, grafem, alograf, dan juga kaligrafi dan gafiti. Huruf adalah
istilah umum untuk graf dan grafem. Abjad atau alfabet adalah urutan
huruf-huruf dalam suatu sistem aksara. Aksara adalah keseluruhan sistem
tulisan, misalnya aksara latin, aksara arab, dan aksara. Graf adalah satuan
kecil dalam aksara yang belum di tentukan statusnya. Grafem adalah satuan
terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata, atau morfem,
tergantung dari system aksara yang bersangkutan. Alograf adalah varian dari
grafem (bandingkan dengan alofon dalam fonologi dan alomorf dalam morfologi)
Gafiti adalah coret-coret di dinding,
tembok, pagar, dan sebagainya dengan huruf-huruf dan kata-kata tertentu. Aksara
latin adalah aksara yang tidak bersifat silabis.
Hubungan antara fonem (yaitu satuan
bunyi terkecil yang dapat membedakan makna dalam suatu bahasa) dengan huruf
atau grafem(yaitu satuan unsure terkecil dalam aksara) ternyata juga
bermacam-macam.
Ada pendapat umum yang mengatakan
bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan
satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu
fonem.